Sabtu, 19 Desember 2015

Nikmat Hujan dalam Perjalanan

Perjalanan, menurut saya, tak melulu tentang tujuannya, walaupun itu penting juga. Perjalanan, bagi saya, merupakan salah satu cara untuk berkontemplasi, berbincang dengan diri sendiri, menyadari setiap langkah yang dipijak, menikmati, mensyukuri anugerah alam. 

***

Berawal dari postingan seseorang di Instagram saat berada di puncak Gunung Batu. Kak Putri mengajak saya ke sana. Kebetulan, letaknya tak jauh dari Jakarta, tepatnya di Jonggol, Kab. Bogor, sehingga tracking sehari pergi-pulang pun bisa. Sekilas tentang Gunung Batu, gunung ini memiliki ketinggian 875 MDPL, tidak terlalu tinggi memang, namun memiliki medan yang cukup berat dengan bentuk punggungan hampir 30 derajat, dengan medan puncak memiliki sudut hampir 70 derajat, curam, jika tak hati-hati memijak.
 
Sabtu, 12 Desember 2015 pkl. 08.30 WIB, kami berdua berangkat bermoda bus APTB arah Cileungsi dari depan Mall Semanggi. Sesampainya di bawah flyover Cileungsi, kami pindah menggunakan mini bus arah ke arah Cariu. Berdasar catatan yang kami baca dari refernsi beberapa orang di dunia maya, sesampai di Cariu nanti kami pindah lagi menggunakan angkot ke arah Mengker. Dalam perjalanan, saat bis menunggu penumpang, saya berbincang dengan pak sopir. Awalnya pak sopir menanyakan ke mana kami akan pergi (mungkin karena melihat penampilan kami yang "ala2 orang mau berpetualang"), saya pun mengutarakan maksud tujuan kami, ingin mendaki gunung Batu. Pak sopir pun mengiyakan akan mengantar kami sampai di tempat terdekat untuk naik Gunung Batu. Ternyata tidak seperti petunjuk yang kami dapat dari blog, kami diturunkan di pertigaan jalan dengan petunjuk jalan ke arah gunung Batu (yang baru dikemudian hari saya tahu desa itu bernama Dayeuh, setelah membaca blog Kak Putri). Kami sengaja tidak langsung menumpang ojek di pertigaan karena kami pikir, kami diturunkan di pertigaan Mengker. Kami terus berjalan dengan harapan di depan akan ada mobil bak terbuka yang bisa kami tumpangi seperti referensi di blog. Kami pun berjalan melewati pematang sawah. Cukup jauh kami berjalan, tak juga tampak adanya pangkalan mobil bak terbuka. Maka dengan kesepakatan spontan, kami akan memberhentikan mobil bak terbuka yang lewat. Beberapa kali kami luput menyetop mobil karena hal-hal konyol. Akhirnya ada juga mobil bak terbuka yang mau kami tumpangi. Sambil menikmati hembusan angin dan pemandangan yang indah, kami menertawakan kekonyolan kami. Termyata perjalanan masih sangat jauh. Dalam hati saya bersyukur ada sopir baik hati yang mau ditumpangi dua orang tak dikenal seperti kami ini. Hehehehehe... (btw, istri pak sopir padahal ga setuju kami menumpang :D).. Mobil yang kami tumpangi berhenti di suatu tempat. Sopir mengatakan kepada kami untuk berjalan terus saja. Sebagai ucapan terima kasih, kami beri bapak sopirnya Rp50.000 untuk dua orang.

Mengikuti saran pak sopir, sambil mengingat-ingat seharusnya kami menemukan SD Mengker, kami terus berjalan. Sepanjang perjalanan kami isi dengan obrolan ringan diselingi tawa. Hujan pun menyapa kami malu-malu. Awalnya rintik perlahan, lama-lama menderas dan memaksa kami mengeluarkan "peralatan perang" berupa jas hujan dan payung. Semakin lama hujan semakin deras mengguyur kami. Bukannya berteduh, kami malah asik bermain hujan. Memori masa kecil tanpa malu-malu menyeruak, membangkitkan semangat petualangan dan permainan. Bukankah pada dasarnya manusia adalah Homo Ludens?

Sambil terus berjalan dan bermain hujan, kami juga memasang "alarm" jika ada mobil bak terbuka yang mau kami tumpangi. Dan ada juga sopir mobil yang mau kami tumpangi. Cukup membantu memotong jarak yang ternyata masih jauh sekali. Tiba-tiba sopir memberhentikan mobilnya dan memberi isyarat kami untuk turun. Kami pun bergegas turun sambil tak lupa mengucapkan terima kasih. Ternyata bapaknya mau pulang dan baiknya dia menurunkan kami di pos kampling, jadi kami bisa berteduh sejenak sambil merapikan tas yang kehujanan.

Istirahat beberapa saat, kami melanjutkan perjalanan kami. Hujan sudah mulai mereda, namun masih cukup membuat celana saya basah kuyup. Sambil terus berjalan, kami mengomentari berbagai hal dari bentuk air yang memiliki efek ilusi yang indah, warna air yang seperti teh chai, hingga kebingungan kami mencari pintu masuk ke arah Gunung Batu. Ternyata di daerah lereng Gunung Batu, nama kampungnya Gunung Batu 1, 2, dan 3. Kami terus berjalan mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh penduduk lokal. Dan... akhirnya... pintu masuk Gunung Batu muncul juga 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar