Dia
membenciku.
Wajah
di cermin, di hadapanku itu menatapku nanar. Tangan kanannya menggenggam pisau
yang meneteskan darah. Lengan kiriku merasakan perih teramat sangat, darah
segar mengucur dari luka menganga di lengan kiriku. Wajahnya penuh carut marut
luka cakarku.
Gemini,
si kembar yang berlainan—berlawanan lebih tepatnya—saling tarik menarik satu
sama lain dengan karakter mereka masing-masing yang sama kuat. Gemini, zodiak
yang menaungi kami, saat ini tengah berseteru dengan dirinya sendiri.
Sifatku
berbeda 180 derajat dengannya. Aku mencintai kehidupan, dia mencintai kematian.
Aku mencintai siang, dia mencintai malam. Aku menyukai keriuhan, dia menyukai
ketenangan.
Aku
menatapnya dalam bisu. Dia bukanlah aku. Aku adalah dia. Aku tidak menyukai
kehadirannya, namun dia ada karena aku ada.
Perlahan
ia menyayatku dengan tatapan matanya. Sedikit demi sedikit ia mengulitiku
dengan senyum sinisnya, mengirisku, mencincangku, menghancurkanku sampai
tandas, hingga tak ada lagi aku, melainkan dia.