Selasa, 14 September 2010

Api Air Api

"Tirta, apakah kau percaya bahwa di dalam diri setiap orang ada api?", tanyaku pada seseorang yang sedang menatap rembulan dengan mashyul.
"Ya", jawabnya singkat sambil tetap menatap rembulan. Ia menyimpan senyum dalam jawabnya.
"Lalu, jika manusia itu terdiri dari lebih kurang 60% air, apakah kau juga percaya?. Itu lebih dari setengah tubuh kita", tanyaku dengan nada meyakinkan.
"Ya", jawabnya masih dengan mengulum senyum.
"Ayolah Tirta, aku tahu kamu mampu menyanggah itu semua. Ada apa denganmu?", tanyaku dengan nada menuntut.
"Agni, untuk apa dibuktikan?. Untuk alasan apa aku berdebat denganmu, toh bukti itu sudah ada sendiri di hadapan kita, ada di dalam diri kita", jawabnya sambil menatapku, sendu.
"Apa yang membuktikan semua itu? Apa? Mana?", tanyaku memberondong pertahanannya.

Aku ingin dia mendebatku, menyerangku, seperti kebanyakan orang yang sering aku hujani pertanyaan, sebagian dari mereka akan memalingkan muka jika sudah tidak sanggup menghadapiku, sebagian lagi masih tetap mencoba walau mereka sendiri tahu, semakin mereka menjawab, semakin tampak bodohlah mereka, sebagian lagi bersungut-sungut marah dan menghujaniku dengan celaan-celaan mereka. Hanya satu orang yang dari dulu aku anggap 'menyulitkanku' dengan sikapnya. Diamnya seakan mengejekku, senyumnya seakan menertawakanku, sikap cueknya menyobek ulu hatiku. Tidak ada orang yang tidak menjawab pertanyaanku. Tidak seorangpun terutama dia. Namun semakin aku melemparkan banyak pertanyaan padanya, semakin banyak teka teki yang harus aku pecahkan.

Dia hanya tersenyum menatapku. Tampak lebih sendu dari biasanya. Ah, mata indah itu. Melihat ke dalam matanya, membuatku seakan bercermin, aku dapat melihat sisi-sisi terdalamku, hingga membuatku malu pada dirinya. Ia dapat melihatku jauh hingga ke dalam lubuk hatiku. Ia jauh mengenal diriku dari pada diriku sendiri.

"Aku Tirta. Kamu Agni. Aku air. Kamu api. Sudah selayaknya air mendamaikan api dan api menyulutkan air. Api di dalam dirimu luar biasa besar. Semangat yang membara, pertanyaan yang bertubi-tubi tiada habisnya, jiwa yang seakan tak kan pernah padam. Namun kamu belum bisa mengendalikan api itu. Apimu dapat membakar dirimu sendiri. Aku air. Tenang mengalir, menghanyutkan, damai, namun ketenangan inipun akan mampu menenggelamkanku. Tirta ada karena Agni dan Agni ada karena Tirta. Untuk apa kau mempertanyakan hal bodoh tadi?", jawabnya panjang lebar mencengangkanku.

Aku tergagap saat langsung menjawab, "Untuk memancingmu bicara lebih panjang dari sekedar kata ya dan tidak".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar